Tipologi Kajian Tafsir Metode, Pendekatan dan Corak dalam Mitra Penafsiran al-QurâanTipologi Kajian Tafsir Metode, Pendekatan dan Corak dalam Mitra Penafsiran al-QurâanTulisan ini mengkaji tentang metode, pendekatan dan corak tafsir Alquran. Adapun metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode deskriptif-kualitatif. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui makna-makna dari metode, pendekatan dan corak ketika hendak melakukan penelitian tafsir, untuk mengupas tentang metode, pendekatan dan corak dalam tafsir Alquran. Dari pembahasan dalam tulisan ini, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pertama, metode tafsir adalah suatu cara, langkah-langkah ataupun kerangka yang harus ditempuh ketika melakukan penafsiran Alquran, sehingga dalam hal ini terdapat beberapa metode penafsiran Alquran, yaitu; metode tafsir tahlili, ijmali, muqaran, maudhuâiy dan hermeneutika. Kedua; pendekatan tafsir adalah sudut pandang dari prosesnya tafsir dan dari pendekatan itu akan membuahkan corak, sehingga antara pendekatan dan corak tafsir itu saling keterkaitan antara keduanya. Adapun pendekatan dalam tafsir adalah pendekatan tekstual, kontekstual, bahasa, histor...
Dalamstudi tafsir, setidaknya terdapat empat metode yang cukup populer dikalangan mufassir. Pertama, Metode Tahlili (Analitis) Metode Tahlili adalah metode tafsir yang ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai tata urutan mushaf Utsmani dengan penjelasan yang cukup terperinci. Menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur'an dari keseluruhan
ï»żMAKALAH METODE DAN CORAK TAFSIR AL-QUR'AN TAHLILI, IJMALI, MUQARAN, DAN MAUDHUIMAKALAH METODE DAN CORAK TAFSIR AL-QUR'AN TAHLILI, IJMALI, MUQARAN, DAN MAUDHUIDalam menafsirkan al-Qurâan, pada mulanya berdasarkan sumber dari penafsiran Rasululullah SAW., penafsiran-penafsiran sahabat-sahabat, serta penafsiran tabiâin yang disebut TafsÄ«r bi al-Ma`tsur, kemudian muncul penafsiran yang diakibatkan oleh perkembangan zaman dengan menggunakan ijtihad atau yang disebut dengan TafsÄ«r bi al-Raâyu. Pada mulanya usaha penafsiran al-Qurâan berdasarkan ijtihad masih sangat terbatas dan terikat dengan kaidah-kaidah bahasa serta arti-arti yang dikandung oleh satu kosakata. Namun sejalan dengan perkembangan masyarakat, berkembang dan bertambah besar pula porsi peranan akal atau ijtihad dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qurâan, sehingga bermunculanlah berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka ragam coraknya.
aspekyaitu sumber, metode, dan corak penafsirannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan library research atau studi pustaka. Hasil studi menunjukan bahwa dari segi sumber tafsir terbagi menjadi dua kategori yaitu sumber primer atau tafsir bil ma'tsur dan sumber sekunder atau tafsir bil ra'yi.
Al-Qurâan diturunkan oleh Allah kepada umat manusia sebagai huddan, furqan dan bayyinah. Kitab suci ini menjadi pedoman utama bagi umat Islam dalam setiap aspek kehidupannya. Namun dalam memahami Al-Qurâan, kita harus menemukan makna-makna yang terkandung dengan menafsirkan Al-Qurâan secara komprehensif. Upaya dalam melakukan penafsiran Al-Qurâan juga dilakukan agar umat Islam tidak kaku dan terlalu tekstualis ketika mempelajari Al-Qurâan. Muhammad Arkoun, seorang pemikir Aljazair kontemporer, mengatakan bahwa Al-Qurâan memberikan kemungkinan-kemungkinan arti yang tak terbatas. Kesan yang diberikan oleh ayat-ayatnya mengenai pemikiran dan penjelasan pada tingkat wujud adalah mutlak. Dengan demikian ayat selalu terbuka [untuk diinterpretasi] baru, tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal. Shihab, 1992 Karna posisi Tafsir sebagai suatu cara yang sangat urgent dalam memahami makna-makna Al-Qurâan; sehingga para ulama berlomba-lomba dalam mengembangkan ilmu penafsiran Al-Qurâan dengan berbagai variasi. Seperti salah satu contohnya dengan melalui berbagai metode dan corak penafsiran. Dengan latar belakang pemikiran di atas, maka masalah pokok yang ingin penulis bahas menyangkut dengan berbagai metode dan corak yang digunakan para ulama sehingga memudahkan mereka dalam mentafsirkan Al-Qurâan. Apa Itu Metode Penafsiran Al-Qurâan? Dalam bukunya, Shihab 1994 83 menjelaskan bahwa Al-Qu`rÄn adalah sumber ajaran Islam. Kitab Suci itu, menempati posisi sentral, bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman; tetapi juga merupakan inspirator, pemandu dan pemadu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang empat belas abad sejarah pergerakan umat ini. Jika demikian itu halnya, maka pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qu`rÄn, melalui penafsiran-penafsirannya, mempunyai peranan yang sangat besar bagi maju-mundurnya umat. Syurbasyi 1999 231 menjelaskan bahwa secara umum, penafsiran Al-Qur`Än dapat di bagi atas dua bagian metode klasik dan metode modern. Namun di sini Penulis lebih memfokuskan dalam membahas metode modern/kontemporer yang sering digunakan oleh para mufassir pada dewasa ini, yaitu Metode ijmali {global, metode tahlili {analitis, metode muqarin {perbandingan, dan metode maudhuâI {tematik}. Karakteristik 4 metode Modern/Kontemporer Pertama. metode ijmali {global Dalam perkembangannya, tafsir dimulai sejak masa nabi dan para sahabat. Penafsiran pada masa itu dilakukan secara ijmali, maksudnya tidak ada rincian yang lebih spesifik. Karena metode ini, karakteristiknya yaitu hanya menjelaskan ayat Al-Qurâan dengan cara mengemukakan makna yang bersifat global atau ijmali dengan menggunakan bahasa yang ringkas dan sederhana sehingga mudah dipahami. Kedua. metode tahlili {analitis} Ini merupakan metode dengan penafsiran ayat demi ayat, surah demi surah, sesuai dengan rangkaian ayat yang tersusun di dalam Al-Qurâan. Maksud yang lebih luasnya yaitu metode ini lebih menekankan untuk menerangkan arti ayat-ayat Al-Qurâan dari berbagai seginya dan aspeknya, yaitu berdasarkan urutan-urutan ayat atau surah dalam Al-Qurâan, dengan lebih memunculkan kandungan lafadz-lafadznya, hubungan ayat-ayatnya, hubungan surah-surah nya, sebab turunnya, hadis-hadis yang berhubungan dengannya. Ketiga. metode muqarin {perbandingan Metode perbandingan yaitu suatu metode dengan cara menafsirkan sekolompok ayat Al-Qurâan yang membahas suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat; atau antara ayat dengan hadis baik dari segi isi maupun redaksi. Atau bisa juga antara pendapat-pendapat para ulama-ulama tafsir dengan lebih memperlihatkan perbedaan-perbedaan ulama dalam objek yang ingin dibandingkan. Keempat. metode maudhuâI {tematik} Berbeda dengan yang di atas, metode ini memiliki variasi tersendiri dalam menafsirkan Al-Qurâan yaitu dengan cara membahas ayat-ayat Al-Qurâan yang sesuai dengan tema maupun judul yang telah ditetapkan. Kemudian semua ayat-ayat yang berkaitan tersebut disusun dan dikumpulkan, selanjutnya dikaji secara lebih mendalam dan tuntas dari berabgai aspek yang terkait. Seperti contoh, asbab al-nuzul, kosa-katanya, dan lain sebagainya. Namun semua itu dijelaskan dengan rinci dan tuntas, dan harus didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen yang berasal dari Al-Qurâan, hadis, maupun pemikiran ulama. Corak dalam Suatu Penafsiran Pada masa akhir dinasty umayyah, berbagai macam corak tafsir mulai banyak muncul. Sehingga khalifah pada saat itu, yaitu harun ar-rasyid memanfaatkan momenutum tersebut dengan memberikan perhatian yang lebih terhadap ilmu pengetahuan Islam. Dan dalam sisi lain ilmu Islam itu semakin maju dan berkembang dalam tengah tengah masyarakat Islam selama periode abad pertengahan. Di samping itu juga banyaknya orang orang yang menelisik bidang ilmu baru seperti ilmu fiqih, ilmu kalah, ilmu tasawuf, ilmu bahasa, fisalaft dan juga sastra. Maka karna banyaknya orang yang berkutat pada studi disiplin ilmu tersebut, sehingga lahirlah tafsir fiqihi, tafsir sufi, ilmi, falsafi dan berbagai macam ilmu lainnya. Jadi, corak tafsir itulah yang juga sebagai nuansa baru yang mewarnai berbagai macam penafsiran; dan menjadi suatu bentuk atau hasil dari pemikiran intelektuanya mufassir, ketika ia menafsirkan maksud-maksud ayat Al-qurâan. Corak-corak tafsir yang berkembang dan populer hingga masa modern yang telah dirangkum Shihab, 1992 Corak Lughawi. Corak penafsiran yang dilakukan dengan kecenderungan atau pendekatan melalui analisa kebahasaan. Tafsir ini biasanya dilatarbelakangi kajian yang terkait dengan gramatika ataupun ilmu alat atau yang kita kenal dengan istilah gramatika; hingga dengan kupasan kata perkata. Mulai dari asal dan bentuk kosakata mufradat, seperti tinjauan berbagai aspek seperti nahwu, sharaf, kemudian dilanjutkan dengan Qiraâat . Maka tak jarang para mufassir juga mencantumkan syair-syair arab sbagai landasan dan juga sbagai acuan. Contoh Kitabnya Tafsir jalalain karangan al-mahhali & al- suyuti. Mafatih al-Gharib karya fakhruddin ar-Razi. Corak filsafat Corak ini lahir diantara pemicu banyak munculnya kemajemukan berbagai penafsiran yang berbeda-beda adalah dan perkembangan kebudayaan dan meluasnya berbagai pengetahuan umat Islam. Maka bersamaan dengan itu juga pada kekhalifahan abasiyyah, banyak ditemukannya buku buku barat yang diadaptasi atau diartikan ke dalam bahasa arab. Di antara buku buku tersebut adalah buku buku filsafat yang kebanyakan berasal dari bangsa Yunani. Kemudian pada akhirnya itu yang dipakai oleh umat Islam dan dikembangkannya. Contoh kitabnya karangan Ibnu Rusyd âat-tahafut at tahafutâ Corak Fikih Corak fikih termasuk corak yang berkembang bahkan pernah dikatakan corak ini lebih terkenal dan populer ketimbang tafsir ayat al ahkam karna lebih terfokuskan kepada ayat-ayat hukum dalam Al-Qurâan. Tafsir ini juga merupakan tafsir yang banyak diterima oleh hampir semua mufassir. Contoh kitabnya yaitu ahkam alqurâan karya ibnu farabi & al-jamiâ & irsyadul faqih karangan ibnu katsir. Corak Ilmiah Corak ini muncul akibat kemajuan ilmu sains dan teknologi. Sehingga banyak munculnya berbagai usaha penafsiran alqurâan yang sejalan dengan perkembangan ilmu yang terjadi. Di samping itu corak ini juga memiliki peran untuk mendorong kemajuan ilmu teknologi dan sains yang digeluti banyak manusia. Contoh kitabnya yaitu tafsir al-jawahir karya tantawi jauhari
corakpenafsiran dan metode-metode tafsir. Kemudian juga anjuran untuk selalu memberikan gagasan baru dalam penafsiran yang harus sesuai dengan konteks kekinian dengan metode maudhu'i. Namun belum membahas secara terperinci tentang metode tafsir maudhu'i yang dimaksud.
Tafsi>r al-Kashsha>f, is a tafsi>r written by a Muslim scholar who support ahl al-'adl wa al-tawh}i>d or known as Mu'tazilah. This tafsi>r is influenced by power relations, the terms referred to Michel Foucault, that served ideological interests. This articles employs analytical descriptive to investigate the doctrines of Mu'tazilah that influenced al-ZamakhsharÄ« in his methodological interpretation of tafsÄ«r al-KashshÄf . The result of this study shows that the doctrines of Mu'tazilah influenced al-Zamakhshariâs interpretation of the Qurâanic verses accommodating to the opinion of the Hanafi School and the theology of Mu'tazilah. He tried to confine understanding of verses by changing their meanings in accordance with the five creeds of Muâtazilah as follows al-tawh}i>d, al-adl, al-waâd wa al-waâi>d, al-manzilat bayna al-manzilatain, and al-amr bi> al-maâru>f wa al-nahy an al-munkar. On the other side, tafsÄ«r al-KashshÄf employed tahli>li> method and bi al-ra'y model of interpretation. TafsÄ«r al-KashshÄf utilized critical reasoning in its interpretation, employed the principles of freedom, applied Arabic grammatical nah}wu, provided qira>âah-qira>âah, and showed the beauty of literary and language styles of the Qurâan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free A. PENDAHULUAN Alquran yang diyakini sebagai wahyu oleh pemeluknya, hanya dapat dikaji sejauh telah âdibudayakanâ dalam bahasa manusia dengan âtoleransi' tujuh ahru>f. Sebagai sebuah proses budaya, penafsiran Alquran yang sangat dipengaruhi jika tidak âdideterminasiâ ruang waktu, sangatlah wajar jika melahirkan kera-gaman. Justru, orang yang betul-betul faqi>hadalah orang yang dapat melihat sisi-sisi makna yang banyak dari Alquran. Karena-nya, pemutlakan satu bentuk penafsiran, akan selalu merupakan âpemerkosaanâ terhadap hakikat kewahyuan Alquran yang membudaya masuk ke dimensi kehidupan manusia yang METODOLOGI DAN KARAKTERISTIK PENAFSIRAN DALAM TAFSIr al-Kashsha>f, is a tafsi>r written by a Muslim scholar who support ahl al-'adl wa al-tawh}i>d or known as Mu'tazilah. This tafsi>ris influenced by power relations, the terms referred to Michel Foucault, that served ideological interests. This articles employs analytical descriptive to investigate the doctrines of Mu'tazilah that influenced al-ZamakhsharÄ« in his methodological interpretation of tafsÄ«r al-KashshÄf . The result of this study shows that the doctrines of Mu'tazilah influenced al-Zamakhshariâs interpretation of the Qurâanic verses accommodating to the opinion of the Hanafi School and the theology of Mu'tazilah. He tried to confine understanding of verses by changing their meanings in accordance with the five creeds of Muâtazilah as follows al-tawh}i>d, al-adl, al-waâd wa al-waâi>d, al-manzilat bayna al-manzilatain, and al-amr bi> al-maâru>f wa al-nahy an al-munkar. On the other side, tafsÄ«r al-KashshÄf employed tahli>li>method and bi al-ra'y model of interpretation. TafsÄ«r al-KashshÄf utilized critical reasoning in its interpretation, employed the principles of freedom, applied Arabic grammatical nah}wu, provided qira>âah-qira>âah, and showed the beauty of literary and language styles of the Qurâan. Keywords Methodology; interpretation; al-Kashshaf; tahli>li>; bi al-raây; ahl al-'adl wa al- tawh}i>d. __________________________ Abstrak Sebagai karya dari orang yang secara eksplisit menyatakan dirinya pendukung ahl al-'adl wa al-tawh}i>dMu'tazilah, tafsÄ«r al-KashshÄf, tampaknya mengalami relasi kuasa dalam istilah Michel Foucault, atau adanya tarikan kepentingan, terutama yang berkaitan dengan kekuasaan. Dengan metode deskriptif analitis, artikel ini bertujuan untuk meneliti doktrin-doktrin Muâtazilah yang mempengaruhi al-ZamakhsharÄ« dalam metodologi dan karakteristik penafsirannya dalam tafsÄ«r al-KashshÄf. Hasil kajian ini membuktikan bahwa doktrin-doktrin Mu'tazilah sangat nampak mempengaruhi penafsirannya, terutama ketika al-ZamakhsharÄ« mentaâwilkan ayat-ayat Alquran yang disesuaikan dengan mazhab Hanafi, dan akidah Muâtazilah. Ia berusaha memagari ayat-ayat agar sesuai dengan paham Muâtazilah, di antaranya dengan merubah makna ayat ke dalam makna lain berdasarkan lima prinsip kredo Muâtazilah, yaitu al-tawh}i>d, al-adl, al-waâd wa al-waâi>d, al-manzilat bayna al-manzilatain, and al-amr bi> al-maâru>f wa al-nahy an al-munkar. Di sisi lain, tafsi>r al-Kashsha>fjuga memiliki metodologi tersendiri, diantaranya menggunakan metode tahli>li>dan corak bi al-raâydalam penafsirannya. Tafsi>r al-Kashsha>fmemfungsikan akal dalam penafsirannya, merubah nas ke dalam makna-makna yang berbeda dengan menggunakan akal sebagai dalil-dalil Alquran, prinsip-prinsip kebebasan, penggunaan kaidah-kaidah bahasa Arab nah}wu, penggunaan qira>âah-qira>âah, dan menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan mengungkapkan nilai-nilai sastra yang halus dan indah. Kata Kunci Metodologi; karakteristik; tahli>li>; bi al-raây; dan ahl al-'adl wa tawh}i> DOI Received November 2015 ; Accepted December 2015 ; Published February 2016 Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-KashshadMu'tazilah, tafsi>r al-Kashsha>f, tampaknya mengalami hal seperti itu. Dengan metode deskriptif analitis, tujuan dari kajian ini, yang tidak lain untuk mengetahui sejauh manakah doktrin-doktrin Mu'tazilah mempengaruhi al-ZamakhsharÄ« dalam tafsirnya? Bagaimanakah karakteristik dari tafsi>r al-Kashsha>fitu? Tuli-san sederhana ini akan menjawab kedua per-tanyaan tersebut. B. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Al-ZamakhsharÄ« dan Penulisan Tafsirnya Abu> al-Qa>sim Ja>rulla>h Mah}mu>d bin 'Umar al-Zamakhshari> al-Khawarizmi> kini masuk Uzbekistan hidup 467-538 H./1075-1145 M. pada masa kejayaan Dinasti Saljuq-Iraq di Bawah Sultan Ma>lik Shah [1070-1092] dan Wazir Niz}am al-Mulk hingga awal kemun-durannya di bawah Sinjar bin Ma>lik Shah [1117-1157 M.].Pada masa ini berdiri Uni-versitas Niz}amiyah dengan al-Ghazali> w. 505 H./1111 M. sebagai salah seorang guru besar-nya, madrasah-madrasah H{anafiyah, sekitar 12 ribu perpustakaan yang masing-masing me-muat 12 ribu eksemplar dalam berbagai disi-plin keilmuwan, dan mendirikan observato-rium di mana Sultan menyelenggarakan konfe-rensi astronomi 468 H./1075 M. atas permin-taan Wazir untuk memperbaharui kalender Hampir seluruh kajian Goldziher dalam Madha>hib al-Tafsi>rberbicara tentang penafsiran-penafsiran yang dipengaruhi oleh tarikan kepentingan mazhab-mazhab. Ignaz Goldziher, Madha>hib al-Tafsi>r, terjemahan H{ali>m Al-Najjar Da>r Iqraâ, 1982. Mustafa al-S{a>wi> Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zihJakarta Dinamika Barkah Utama, 20 - 23. Lihat juga K. Ali, A Study of Islamic History, terjemahan Adang Affandi Bina Cipta, 1995, 291. Persia, dan ketika itu Umar Khayam w. 1132 M. untuk pertama kalinya belajar kepada Muh}ammad bin Jari>r al-D}abi> al-As}faha>ni> Abu> Mud}ar al-Nahwi> w. 507, seorang Ahli bahasa dan nahwu terkenal di zamannya, yang berbudi luhur dan berhasil menyebarkan mazhab Mu'tazilah di bekal ambisi, ia pergi ke Khu-rasan dan Isfahan. Ia mendekati para peme-gang kekuasaan seperti Muji> al-Daulah Ubai-dillah bin Niz}am al-Mulk, dan Muh}ammad bin Ma>lik Shah dengan memberikan bait-bait syair pujian. Namun ia gagal dan sekitar tahun 512 H. Ia sakit parah. Sejak itu ia berganti haluan ke bidang keilmuan. Ia pergi ke Bagh-dad, belajar Hadis kepada Abu> al-Khita>b bin al-Bat}ar, Abu> Sa'd al-Shafa>ni>, dan Syaikh Islam Abu> Mans}u>r al-H{a>rithi>, belajar Fiqh kepada al-Damgha>ni> H{anafi> dan Ibn al-Sha-jari>. Untuk membasuh dosa ambisinya, ia per-gi ke Makkah dan bertemu dengan seorang pemuka Alawi> bin Isa bin H{amzah bin Wahha>s, dan membaca kitab Si>bawaih atas bimbingan Abdullah bin T{alh}ah al-Ya>biri> H.. Setelah usahanya kembali untuk mendekati penguasa gagal, al-Zamakhshari> kembali ke daerahnya. Saat itu Muh}ammad Anus}t}iqin yang digelari Kwarizm Shah mantan kepala daerah Kwarizm, H. telah mendirikan rumah raja Sultan Sinjar yang kemudian mengukuhkan sebagai kepala daerah Kwarizm hingga meninggal dan digantikan anaknya At}az H.. Kecintaan keduanya kepada ilmu membuat al-ZamakhsharÄ« dapat berada di dekatnya, sehingga berkesempatan besar untuk menulis dan menerbitkan antara karya-karya yang kebanyakan dalam bidang bahasa, sastra, dan gramatika H{asan Ibrahi>m H{asan, Ta>ri>kh Al-Isla>m Al-Siya>si> Wa Al-Di>ni> Wa Ath-Thaqafi> Wa Al-Ijtima>âi>, vol. IV Mesir Maktabah al-Nahd}ah al-Mis}riyyah, 1967, 36. Lihat juga Ali, A Study of Islamic History, 292. Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 28. Biografi ini ditulisnya sendiri berupa bait-bait sya'ir dalam Di>wa>n Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 31-42. Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashshan al-'Arabiyyah, Asa>s al-Bala>ghah, Jawa>hi>r al-Lughah, al-Ajna>s, Muqaddimat al-Adab fi> al-Lughah, al-Asma> fi> al-Lughah, al-Qist}a>s fi> al-'aru>d}, Sawa>'ir al-Amtha>l, al-Mustaqs}Ăź fi> al-Amtha>l, Ajab al-'Ajab fi> Sharh} La>-miyyat al-'Arab, Diwa>n al-Adab, Rabi> al-Abra>r fi> al-Adab wa al-Muh}a>d}ara>h, Tasli-yat al-D{ari>, Di>wa>n Khut}ab, Di>wa>n al-Ra-sa>'il, Di>wa>n Shi'r. b. Bidang Nah}wu Nakat al-Arab fi> Ghari>b al-I'rab fi> Ghari>b Alquran, al-Namu>dhaj fi> 'Ilm al-'Arabiyyah, al-Mufas}s}al, al-Mufrad wa al-Mu'allaf fi> al-Masa>'il al-Nah}wiyyah, al-Ama>li>, H{a>shiah 'ala> al-Mufas}s}al, Sharh} al-Mufas}s}al, Sharh} Kita>b Si>bawaih, al-Na-h}ajja>t wa Mutmim Maha>m Arba>b al-Ha>ja>t fi> al-Ah}a>ji wa al-Algha>z, al-Mufrad wa al-Murakkab. c. Bidang Hadis al-Fa>'iq fi> Ghari>b al-H{adi>thd. Bidang Fiqh dan Ushul al-Ra>d fi> al-Fara>'id} dan al-Minha> Lain-lain Shaqa>'iq al-Nu'man fi> H{aqa>'iq al-Nu'man manakib Imam Hanafi, Nawa->bigh al-Kalim, At}wa>q al-Dhahab, Nas}a>'ih} al-Kubba>r, Nas}a>'ih} al-S{igha>r, Maqa>ma>t, al-Risalah al-Na>s}ih}ahtentang nasihat dan pepatah. Kepakarannya dalam bahasa, sastra, dan gramatika di samping ilmu lain, menjadikan-nya sebagai rujukan rekan-rekan semazhabnya afa>d}il al-na>jiyah al-'ad}iyyah, terutama dalam penerapannya terhadap penafsiran Alquran. Mereka sering dibuat kagum dengan pelajaran al-ZamakhsharÄ«, sehingga mereka sepakat me-ngusulkan agar ia mendiktekan al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq al-Tanzi>l wa 'Uyu>n al-Aqa>wi>l fi Wuju>h al-Ta'wi>l. Hal ini hanya berlangsung hingga penafsiran surah al-Baqarah, karena saat itu ia berkeinginan untuk mengunjungi Baitullah. Di perjalanan beliau mendapatkan banyak orang yang sangat menginginkan tafsi-ran-tafsirannya. Sampai akhirnya beliau Ibn Khalikan dalam Wafaya>t al-A'yan-nya mengutip perkataan Tajuddi>n w. 613 H.. berketetapan untuk menyelesaikan tafsirnya di bermazhab Hanafi dan berakidah paham Muâtazilah. Ia menta`wilkan ayat-ayat Alquran sesuai dengan mazhab dan akidahnya, dengan cara yang hanya diketahui oleh orang yang ahli dan menamakan kaum Muâtazilah sebagai âSaudara seagama dan golongan utama yang selamat dan adilâ.Kemazhaban itu tercermin dari syaâirnya sebagai berikut Dan aku sandarkan agamaku, keyakinanku dan mazhabku ke jalan yang lurus. Aku memilihnya dan memegang teguh pada Islam adalah pengikut Hanafi sebagai maz-hab mereka yang tidak mengharapkan ba-gianâ.Ditinjau dari visi agama, kefanatikan al-ZamakhsharÄ« pada mazhabnya, belum sampai pada tahap penyimpangan, karena ia masih berpegang teguh pada sumber ajaran Islam yaitu Alquran dan hadis, bahkan tafsir al-Kashsha>f sangat berjasa dalam mengangkat nilai-nilai rasionalitas Tafsi>rAl-KashshÄf & Karakteristiknya Penulis tafsir ini memiliki keistimewaan yang sekaligus membedakannya dari mufasir sebelum, sezaman, dan sesudahnya. Keistime-waan tersebut berkaitan dengan paparannya tentang rahasia-rahasia balaghah yang terkan-dung di dalam Alquran. Kitab tafsirnya itu disinyalir tidak ada bandingannya bila melihat kelebihan-kelebihannya. Sekalipun al-Za-makhsharÄ« termasuk tokoh Mu'tazilah yang gigih membela mazhabnya dan mengecam ulama-ulama Ahlussunnah, tetapi yang tidak ada bandingnya dalam lapangan kebahasaan balaghah, sekalipun menentang akidah Mu'tazilah, tetapi ulama-ulama Ahlussunnah banyak mereguk manfaat dari ilmu al-Za-Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l, Cet. I, Jilid I Mat}baâah Sharqiyyah, 3. Mannaâ Khali>l Al-Qat}t}a>n, Mabah}ith Fi> âUlu>m Al-Qurâa>nBeirut 1973., 525. Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 179 Nadvi Muzaffaruddin, Pemikiran Muslim Dan Sumbernya Bandung Pustaka, 1984, 37. Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashshafâ disusun atas permintaan sahabat-sahabatnya, sebagaimana ungkapannya Sungguh telah datang kepadaku sahabat-sahabatku dari golongan orang-orang yang mulia, selamat dan adil, mereka me-nguasai ilmu bahasa Arab dan tauhid. Sewaktu mereka datang kepadaku untuk menafsirkan suatu ayat, maka aku menje-laskan kandungan-kandungan ayat terse-but yang masih ghaib/tertutup, dan mere-ka pun menyatakan kekagumannya atas diriku, saat itu pula mereka meminta agar aku membuat suatu karya yang berisi pokok-pokok penjelasan Alquran, serta mengajarkannya kepada mereka âSekum-pulan tentang hakikat-hakikat turunnya Alquran dan pandangan-pandangan yang esensial dalam segi penta`wilanâ. Pada mulanya aku tidak bersedia, kemudian mereka tetap bersikeras meminta, bahkan mereka datang kembali beserta tokoh-tokoh agama ahl al-adl wa al-tauh}i>d. Dan yang mendorongku bersedia, karena aku sadar bahwa mereka meminta sesuatu yang sesuatu itu wajib aku turuti, karena melibatkan diri pada sesuatu yang mere-ka minta itu hukumnya fard}u ain. Di mana pada waktu itu situasi dan kondisi negeri sedang kacau, dan lemahnya Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Alquran, trans. Mochtar Zaerni dan Abdul Qodir Tafsir-tafsir Alquran Pustaka, 1987, 115. Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l, 17-20. tokoh-tokoh ulama, serta jarangnya orang yang menguasai bermacam-macam keil-muan, apalagi berbicara tentang pengua-saan ilmu Baya>n dan ilmu Badi`. Karena desakan sahabat-sahabatnya serta tokoh-tokoh Muâtazilah, akhirnya Imam al-ZamakhsharÄ« memenuhi permintaan mereka untuk menulis tafsir al-Kashsha>f. Kemudian al-ZamakhsharÄ« mendiktekan masalah fawa>tih} al-suwa>r huruf-huruf pembuka surah dan beberapa pembicaraan tentang hakikat-hakikat surah al-Baqarah. Dalam penafsirannya itu, ia menempuh cara dialog secara terinci. Tampaknya hasil diktean itu mendapat sambutan yang luar biasa di berbagai negeri. Terbukti, dalam perjalanan yang kedua menu-ju Makkah, banyak tokoh yang dijumpainya menyatakan keinginannya untuk memperoleh karya tulisnya itu. Bahkan setelah tiba di Makkah, Amir Makkah yakni Ibnu Wahhas menyampaikan keinginannya, bahwa dirinya bermaksud mengunjungi al-ZamakhsharÄ« di Kharizm untuk memperoleh karya yang di-maksud. Semua itu menggugah al-Zamakh-sharÄ« untuk memulai menulis tafsirnya, ken- dati dalam bentuk yang lebih ringkas dari pada yang didiktekan al-Juwaini, ada tiga alasan yang melatarbelakangi cara penafsiran yang lebih ringkas itu. Pertama ia telah berumur 60 tahun lebih; Kedua, ia bermaksud menafsirkan kese-luruhan Alquran; dan ketiga, karya tulisnya sudah dinanti-nantikan oleh orang didukung lingkungan spiritual Makkah, al-ZamakhsharÄ« menyelesaikan pe-nulisan tafsirnya dalam tempo lebih dari 30 bulan. Kitab ini mulai ditulis pada tahun 526 H. Dalam salah satu naskah disebutkan bahwa penulisan karya diselesaikan pada pagi hari, Senin 23 Rabiâul Akhir 528 menjelaskan, bahwa al-ZamakhsharÄ« mencantumkan beberapa puisi A. Malik Madani, âAl-Kasysyaf Tafsir Muâtazilah Dalam Literatur Kaum Sunni,â Pesantren VIII, no. I 1991, 89. Al-Juwaini, Manhaj Al-Zamakhshari Fi> Tafsi>r Al-Quâra>n Wa Baya>n I'Jazih., 78. Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l, 304. Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashsha, yaitu mufassir berusaha menjelaskan seluruh aspek yang dikandung oleh ayat-ayat Alquran. Kemudian mufassir mengikatkan diri pada sis-tematika tertib mush}afi> dalam menjelaskan surah dan ayat, secara seksama meneliti, me-nyingkap segi-segi munasabah dan meman-faatkan bantuan asba>b al-nuzu>lhadis-hadis Nabi, riwayat sahabat dan tabiâin. Terkadang dipadukan dengan hasil pikiran dan keahlian mufassir, dan terkadang dengan kupasan rumusan al-FarmawÄ« di atas, maka metode tafsir yang digunakan dalam tafsir al-KashshÄf adalah metode tahlili, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 79. Abdul Hayyi Al-Faramawi, Al-Bidayat Fi> Tafsi>r Al-Maudhuâi> Beiru>t 1977., 24. ZamakhsharÄ« dalam menafsirkan Alquran, dimana ketika menafsirkan, ia berusaha me-ngungkapkan seluruh pengertian yang dimak-sud hingga sampai pada yang ditujunya, dengan dukungan berbagai ilmu pengetahuan, seperti pengertian tentang nas Alquran, hadis, riwayat sahabat, dan tabiâin, pengetahuan tentang na>sikh mansukh, ilmu qira`ah, cerita israâiliyyat, ilmu us}u>l al-fiqh, ilmu balaghah serta rahasianya, ilmu bahasa dan sastra Arab, juga ilmu Kalam teologi. Kemudian Basuni Faudah mengkategori-kan tafsir al-KashshÄf ini ke dalam corak tafsir bi al-ra`y, di mana akal pikiran mempu-nyai nilai yang lebih dan dipertuankan. Dalam al-KashshÄf sendiri dipenuhi hadis-hadis sahih, al-ZamakhsharÄ« pun mengutip dari para sahabat dan tabiâin, tetapi tentunya tidak bertolak belakang dengan mazhabnya yang Iâtizal kenyataannya al-KashshÄf dikategori-kan sebagai tafsir yang bercorak tafsir bi al-ra`y, karena didasarkan pada alasan, bahwa tafsirnya merupakan tafsir ayat-ayat Alquran yang didasarkan pada ijtihad mufassirnya, dan menjadikan akal pikiran sebagai pendekatan utamanya. Kemudian Kamil Y. Advich membenarkan bahwa tafsir al-KashshÄf seba-gai kitab tafsir yang mewakili tafsir bi al-ra` pun menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan metode dan corak tafsir al-KashshÄf ini, yaitu 1. Dalam setiap penafsiran ayat-ayat Alquran, akal senantiasa didahulukan dan dikuasa-kan, begitu juga terhadap al-sunnah, al-ijmÄâ, dan al-qiyÄs. Akal bagi al-Zamakh-sharÄ« dijadikan alat ketika menafsirkan dan memalingkan nas dalam keadaan terbuka dan tergali, karena ia tidak menerima nas dengan makna zahirnya. Sebenarnya al-Faudah, Tafsir-Tafsir Alquran, 104. Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr Dalam Al-Quran Jakarta Bulan Bintang, 1991, 5. Advich Kamil Y., Meneropong Doktrin Islam, terjemahan Shonhadji Sholeh Bandung Al Maâarif, 1987, 88. Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 92-159. Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashshasikh mansukh, bagi al-ZamakhsharÄ« merupakan kaidah tafsir yang boleh bahkan harus digunakan karena Allah menghapus satu syariat dengan syariat lain, dengan pertimbangan kemas-lahatan dan Dia Maha Mengetahui yang maslahat dan yang madharat. Jadi Dia menetapkan apa yang dikehendaki-Nya dan menghapus apa yang dikehendaki-Nya ka-rena ada hikmahnya. Dengan demikian, al-ZamakhsharÄ« menyan-darkan pada tafsir bi al-naqli, selama tidak bertentangan dengan Penggunaan prinsip-prinsip kebebasan a. Al-ZamakhsharÄ« sebagai seorang yang mahir dalam bahasa; b. Penafsirannya sesuai dengan alam piki-ran dan kondisi lingkungan orang Arab; Faudah, Tafsir-Tafsir Alquran, 104. c. Ia juga sebagai ahli bahasa yang memi-liki perasaan bahasa yang halus dan dalam. 5. Penggunaan kaidah-kaidah bahasa Arab nah}wu a. Sebagai seorang ahli nah}wu, ia sering kali memberikan penjelasan tentang hu-kum nah}wu dan latar belakang perbe-daan makna. Kemudian ia menjelaskan arah Alquran dari segi yang bisa mem-bantu dalam menafsirkan dan menyusun maknanya; b. Terkadang perhatiannya tertuju pada susunan makna dalam satu ayat, karena adanya hubungan makna secara keselu-ruhan dalam Alquran. 6. Penggunaan qira`ah-qira`ah dalam penaf-siran a. Ia menggunakan qira`ah dalam penaf-sirannya untuk mendapatkan kejelasan. Dan untuk memperkuat penafsirannya; b. Menjelaskan perbedaan antara qira`ah-qira`ah dari aspek bahasa, jika terjadi kondisi darurat; c. Menggunakan mana yang kuat dalam menyingkap kandungan Alquran, se-hingga qira`ah yang diutamakannya adalah qira`ah yang termashur dan bisa membantu dalam menafsirkan suatu ayat; d. Qira`ah yang diutamakannya yang mengandung keindahan dan kekuatan makna; e. Menurutnya bahwa pengetahuan qira`ah membutuhkan keahlian dalam bidang nah}wu. 7. Menafsirkan ayat-ayat ahkam dengan pandangan mazhab fikihnya. 8. Menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan mengungkapkan nilai-nilai sastra yang ha-lus dan indah. a. Ia menghidupkan perasaan dan ruhnya di dalam memuji nas Alquran, sehingga terlihat batin dan hakikat maknanya; b. Terkadang ia mencantumkan syaâir yang mengandung makna ayat yang ditafsir-kannya. 9. Menurutnya Alquran adalah kitab agama dan dunia, sehingga Alquran tidak hanya Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashshan, ilmu Maâani>, serta keindahan-keindahan bahasa untuk menerangkan bahwa Alquran adalah kalam Ilahi yang tak dapat ditandingi oleh di atas, diperkuat oleh Kamil Y. Advich, bahwa keistimewaan tafsir ini ini adalah kebesaran pengarangnya, yang memi-liki hampir semua segi bahasa Arab, dan al-ZamakhsharÄ« telah membuktikan bahwa Alqu-ran itu unik dengan susunan gaya bahasa yang saling berkaitan. Demikianlah gambaran secara optimal tentang tafsir al-KashshÄf mengenai metode dan coraknya, sehingga dapat terlihat sisi-sisi keistimewaannya. b. Kekhususan Penafsiran Al-ZamakhsharÄ« Al-KashshÄf adalah tafsir yang paling terkenal di antara sekian banyak tafsir yang disusun oleh mufassir bi al-ra`y yang mahir dalam bidang bahasa. Al-AlĆ«sÄ«, AbÄ« Suâud, Al-NasafÄ«, dan para mufassir lainnya banyak menukil dari karya al-ZamakhsharÄ« ini, tetapi tanpa menyebutkan sumbernya. Paham kemuâtazilahan dalam tafsirnya telah diung-kapkan dan diteliti oleh Alamah Ah}mad al-Nayyir yang dituangkan dalam bukunya al-Intis}Äf. Dalam kitab ini al-Nayyir menyerang al-ZamakhsharÄ« dengan mendiskusikan masa-lah akidah mazhab Muâtazilah yang dikemu-kakannya, dan mengemukakan pandangan yang berlawanan dengannya, sebagaimana ia pun mendiskusikan pula masalah-masalah kebahasaan. Al-Maktabah al-Tijariyah Mesir menerbitkan al-KashshÄf cetakan terakhir yang diterbitkan oleh Mus}t}afa> H{usain Ah}mad, Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 163-191. M. Hasybi Ash-Shiddieqi, Ilmu-Ilmu Al-Quran Jakarta Bulan Bintang, 1972, 246-247. dan diberi lampiran empat buah kitab, yaitu 1 al-Intis}Äfoleh al-Nayyir; 2 Ash-Sha>fiâÄ«fi> Takhri>j Ah}a>di>tth al-KashshÄf oleh al-H{a>fiz} Ibn H}ajar al-Asqalani>; 3 Ha>shiyah tafsi>r al-Kashsha>foleh Syaikh Muh}ammad Ulya>n al-Marzu>qi>; dan 4 Masha>hid al-Insha>f ala> Shawa>hid al-KashshÄf, juga oleh al-Marzu>qi>. Kitab terakhir ini menunjukkan bahwa tafsir al-ZamakhsharÄ« mengandung banyak akidah Muâ menafsirkan ayat-ayat Alquran berdasarkan ajaran-ajaran Muâtazilah, terutama yang berkenaan dengan lima prinsip, yaitu tauhid, keadilan, janji dan ancaman, tempat di antara dua tempat, dan amar maâru>fnahi dalam sebuah penafsiran tidak mesti diberi arti biasa melainkan harus di-ta`wilkan. Ia memberikan contoh, makna nad}i>rah dalam surah al-Qiya>mah yang tidak bisa diartikan melihat Tuhan, karena menurut paham Muâtazilah hal itu mustahil, lalu ia memberi arti âmengharapkanâ raja`. Satu kata menurutnya, adakalanya berarti sendirian majaz. Prinsip-prinsip al-ZamakhsharÄ« dalam menafsirkan Alquran sebagai berikut 1. Dalam penafsiran al-ZamakhsharÄ« senan-tiasa mendahulukan dan menguasakan akal; 2. Al-ZamakhsharÄ« mendahulukan dan mene-rapkan prinsip-prinsip Muâtazilah dalam menafsirkan Alquran; dan 3. Terkadang al-ZamakhsharÄ« menjadi mu-fassir naql. Seperti ketika menafsirkan Surah al-Baqarah ayat 26, ia menggunakan periwayatan. Selain itu terkadang menggu-nakan lafal qabla atau rawa>, ketika hendak menjelaskan asbÄb al-nuzĆ«l. 4. Al-ZamakhsharÄ« menggunakan prinsip-prinsip kebahasaan; 5. Al-ZamakhsharÄ« menggunakan kaidah-kaidah bahasa Arab; 6. Al-ZamakhsharÄ« juga menggunakan qira`ah-qira`ah dalam penafsiran; Al-Qat}t}a>n, Mabah}ith Fi> 'Ulu>m Al-Qur'a>n, 525. Aboebakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam Solo Ramadhani, 1968, 72. Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashshar Al-KashshÄfTampaknya, tafsi>ral-KashshÄfmemiliki dua karakteristik dominan 1. Kental dengan Faham Mu'tazilah Karakteristik ini terlihat mulai dari pembentukan rasionalitas-metodologis penaf-siran hingga penerapannya dalam merasio-nalisasikan ayat-ayat Alquran untuk men-dukung doktrin-doktrin Mu'tazilah. Rumusan prinsip rasionalitas metodologisnya didasar-kan pada ayat 7 Surah An. Selanjutnya, dapat ditelusuri bahwa ayat-ayat muh}kamatitu adalah yang berada dalam kerangka doktrin-doktrin Mu'tazilah yang terhimpun dalam us}u>l al-khamsah, 1 Tauh}i>d, 2 Adl, 3 Wa'a>d-wa'i>d, 4 Manzilat bayn al-manzilatain, dan 5 Amar ma'ru>f nahy al-munkar. Sedang semua ayat yang zahirnya bertentangan dengan us}u>l al-khamsah itu maka termasuk dalam kategori mutasha>biha> untuk menopang rasionalisasinya ini, al-ZamakhsharÄ« sering memanfaatkan pengeta-huan bahasa, sastra, gramatika, bahkan qira'ah-nya. Penafsiran yang merupakan rasionalisasi ayat-ayat Alquran untuk mendukung doktrin-doktrin Mu'tazilah, di antaranya tentang a. Tentang Tauhid yang diradikalkan men-jadi nafy al-tajsi>m wa al-tashbi>h, nafy al-s}ifa>t, istih}a>lat ru'yatillah dan khalq al-Qurâa>n. Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja> Bandingkan dengan Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih,108-109. b. Nafy al-tajsi>m wa al-tashbi>hc. Nafy al-s}ifa>tdalam hal ini qudrat dan ilmu yang merupakan Dzat-Nya, diung-kapkan dengan qa>dir li dha>tih dan 'a>lim li dha>tihd. Khalq al-Qurâa>n Ketika menemukan nas Alquran yang kontradiksi dengan prinsip-prinsip mazhab-nya, al-ZamakhsharÄ« akan mengusahakan penyesuaian antara keduanya, sekalipun untuk itu harus melakukan penyimpangan. Ini adalah salah satu prinsipnya dalam menafsirkan Alquran. Jika menjumpai sebuah ayat yang berlawanan dengan pandangan maz-habnya dan sebuah ayat lain yang menguatkan pandangan mazhabnya, ia katakan bahwa ayat yang pertama bersifat mutasha>bbihdan yang kedua muhkam, kemudian mentolak-ukurkan yang pertama pada yang Penuh dengan analisa bahasa, sastra dan gramatika Di sinilah, tampaknya posisi penting dari tafsir al-KashshÄf. Al-Dhahabi> menyebutnya qimah al-KashshÄf 'ilmiyyah. Dalam bidang Ma'a>ni al-Qurâa>n, al-ZamakhsharÄ« mengungkapkan ta'bir jama>lydengan porsi yang cukup banyak dari penggunaan 1 isim isha>rah, 2 Isim maus}u>l, 3 jumlah ismiyah, 4 taqdi>m al-khabar 'ala> al-mubtadaâ, 5 tathniyah, 6 ta'nith, 7 nisbah, 8 tanki>r, 9 id}ma>r, 10 fi'il, 11 ism fa>'il, 12 hadhf maf'u>l bih, 13 badl, 14 nidaâ, dan berbagai uslu>b, seperti 1 uslu>b al-ija>z, 2 uslu>b i-tikra>r, 3 uslu>b al-iltifa>t, 4 Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l, Jilid II Mat}baâah Sharqiyyah, 20. Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l, Jilid II, 383. Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l, Jilid II, 239 Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l, Jilid II, 40 dan 68. âAbd al-H{ali>m Mah}mu>d Muni, Mana>hij Al-Mufassiri>n Kairo Da>r al-Kita>b al-Mishri, 1978., 105. Lihat juga, Goldziher, Madha>hib Al-Tafsi>r.,140. Muhammad Husain Al-Dzahabi, Al-Tafsi>r Wa Al-Mufassiru>n 433. Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashshab al-was}l wa al-isti'na>f, 5 i'tira>d} dan istifham taqri>ri>, dan lain-lain. Dalam bidang Baya>n al-Qurâa>n, al-ZamakhsharÄ« menunjukkan penggunaan 1 isti'arah, 2 maja>z, 3 kina>yah, 4 ta'rid}, 5 tamthil dan takhyil, dan lain-lain. Dalam bidang Badi>' al-Qurâan, al-Zamakh-sharÄ« mengungkapkan keindahan pemakaian 1 Jina>s, 2 musha>kalah, 3 uslu>b al-liff, dan Referensi Al-ZamakhsharÄ« dalam Tafsi>r Al- Kashsha>fa. Tafsir Tafsi>r Mujahid w. 103/104 H., tafsi>r Amr bin Ubaid al-Mu'tazili> w. 144 H., Abu Bakr al-As}amm al-Mu'tazili> w. 235 H., tafsi>r al-Zujaj w. 311 H., tafsi>r al-Rumma>ni> w. 384 H.. b. Hadis Muslim dan lain-lain tidak jelas c. Qira'at Mus}h}afAbdullah bin Mas'ud, mus}h}af al-H{arth ibn Suwaid, mus}h}af Ubai, mus}h}af - mus}h}afHijaz dan Sham, dll. d. Bahasa dan Nah}wu Kita>b Sibawaih, Isla>h} al-Mant}i>qIbn Siki>t, w. 244 H., al-Ka>milMubarrad, w. 285 H., al-Kita>b al-Mutammim fi> al-Khat} wa al-Hijra'i> Abdullah bin Dursitawaih, w. 347 H., al-H{ujjah dan al-JalabiyyahAbu> Ali> al-Farisi>, w. 377 H., al-Tama>m dan al-Muh}tasibIbn Jinni w. 393 H., al-Tibya>nAbu> al-Fath al-H{amda>ni>. e. Sastra Al-H{ayawa>n al-Ja>hiz}, HamasahAbu> tamam, Istaghfir wa istaghfiriAbu> al-Ulan al-Ma'ri>, Nawa>bigh al-Kalim, al-Nas}a>'ih al-S{igha>r dan Sha>fi al-'Ay min Kala>m al-Sya>fi'i> al-ZamakhsharÄ«. Lihat contoh-contoh dalam Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 219-261. f. Nasihat dan cerita beberapa buku nasihat dan tasawuf seperti Shahr bin H{aushab, Rabi'ah, T{awus, Ma>lik bin SIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut 1. Doktrin-doktrin Mu'tazilah mempengaruhi al-ZamakhsharÄ« dalam tafsirnya a. Al-ZamakhsharÄ« mentaâwilkan ayat-ayat Alquran sesuai dengan mazhab H{anafi>, dan akidah Muâtazilah yang dianutnya, dengan cara yang hanya diketahui oleh orang yang ahli dan menamakan kaum Muâtazilah sebagai âSaudara seagama dan golongan utama yang selamat dan adilâ; b. Al-ZamakhsharÄ« berusaha memagari ayat-ayat agar sesuai dengan paham Muâtazilah, di antaranya; 1 Merubah makna ayat ke dalam makna lain; dan 2 Al-ZamakhsharÄ« mendahulukan dan menerapkan prinsip-prinsip muâtazilah dalam menafsirkan Alquran, terlihat ketika posisinya sebagai mufassir, me-mandang Alquran secara umum, ia men-jadikan ayat-ayat yang jelas mendukung mazhabnya muâtazilah sebagai muh-kama>t, sebaliknya jika ia menemukan ayat-ayat yang jelas bertentangan, maka dianggapnya sebagai mutasha>biha>t; dan 3 Al-ZamakhsharÄ« menafsirkan ayat-ayat Alquran berdasarkan ajaran-ajaran Muâtazilah, terutama yang berkenaan dengan lima prinsip, yaitu tauhid, keadilan, janji dan ancaman, tempat di antara dua tempat, dan Amar maâru>f nahy al-munkar. c. Ditinjau dari visi agama, kefanatikan al-ZamakhsharÄ« terhadap mazhabnya, belum sampai pada tahap penyimpangan, karena ia masih berpegang teguh pada sumber ajaran Islam yaitu Alquran dan hadis, bahkan tafsir al-KashshÄf sangat berjasa Lihat bukti penyebutannya dalam al-Kashsha>f, Al-Juwaini>, Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih, 80-92. Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashsha; dan 2 Corak penafsirannya yaitu bi al-raây; b. Dalam metodenya, ia memfungsikan akal dalam tafsir, sehingga makna-makna Alquran seluruhnya berkaitan, tidak bertentangan satu sama lainnya; c. Dalam metodenya, ia merubah nas ke dalam makna-makna yang berbeda, dengan menggunakan dalil-dalil Alquran dan akal yang selalu menyertainya, teru-tama dalam mengambil istinbat} hukum fikih; d. Dalam setiap penafsiran ayat-ayat Alquran, akal senantiasa didahulukan dan dikuasakan, begitu juga terhadap al-sunnah, al-ijma>â, dan al-qiya>s. Akal bagi al-ZamakhsharÄ« dijadikan alat ketika menafsirkan dan memalingkan nas da-lam keadaan terbuka dan tergali, karena ia tidak menerima nas dengan makna zahirnya; e. Al-ZamakhsharÄ« terkadang menjadi mufassir naql, dalam tafsirnya terkadang ia menggunakan asbÄb al-nuzĆ«l, muna>-sabah musnaddan riwayat yang sampai pada sahabat. Dalam hal na>sikh man-sukh, bagi al-ZamakhsharÄ« merupakan kaidah tafsir yang boleh bahkan harus digunakan karena Allah menghapus satu syariat dengan syariat lain, dengan per-timbangan kemaslahatan dan Dia Maha Mengetahui yang maslahat dan yang madharat. Jadi Dia menetapkan apa yang dikehendaki-Nya dan menghapus apa yang dikehendaki-Nya karena ada hikmahnya; f. Penggunaan prinsip-prinsip kebebasan; g. Penggunaan kaidah-kaidah bahasa Arab nah}wu; h. Penggunaan qira`ah-qira`ah dalam pe-nafsiran; i. Menafsirkan ayat-ayat ahkam dengan pandangan mazhab fikihnya; j. Menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan mengungkapkan nilai-nilai sastra yang halus dan indah; dan k. Tampaknya, tafsir al-KashshÄf memiliki dua karakteristik dominan 1Kental dengan paham Mu'tazilah; dan 2 Penuh dengan analisa bahasa, sastra dan gramatika. Demikian beberapa kesimpulan yang dapat penulis kemukakan dalam kajian ini. DAFTAR PUSTAKA Aceh, Aboebakar. Sejarah Filsafat Islam. Solo Ramadhani, 1968. Al-Dzahabi, Muhammad Husain. Al-Tafsi>r Wa Al-Mufassiru>n. Al-Dzahabi, Muhammad Husein. Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Quran. Translated by Hamim Ilyas dan Machnun Husein. Rajawali, 1991. Al-Faramawi, Abdul Hayyi. Al-Bidayat Fi> Tafsi>r Al-Maud}u>âi>. Beiru>t 1977. Ali, K. A Study of Islamic History. Translated by Adang Affandi. Bina Cipta, 1995. Al-Juwaini, Mustafa al-S{a>wi>. Manhaj Al-Zamakhshari Fi> Tafsi>r Al-Quâra>n Wa Baya>n I'Jazih. Kairo Da>r al-Fikr, 1968. Al-Juwaini>, Mustafa al-S{a>wi>. Manhaj Al-Zamakhshari> Fi> Tafsi>r Al-Qurâa>n Wa Baya>n I'ja>zih. Jakarta Dinamika Barkah Utama, Al-Qat}t}a>n, Manna`â Khali>l. Mabah}ith Fi> 'Ulu>m Al-Qur'a>n. Beirut 1973. Al-Zamakhshari>. Al-Kashsha>f 'an H{aqa>âiq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l. Cet. I. Jilid I. Mat}baâah Sharqiyyah, âââ. Al-Kashsha>f 'an H{aqa>'iq Al-Tanzi>l Wa 'Uyu>n Al-Aqa>wi>l Fi> Wuju>h Al-Ta'wi>l. Jilid II. Mat}baâah Sharqiyyah, Ash-Shiddieqi, M. Hasybi. Ilmu-Ilmu Al-Quran. Jakarta Bulan Bintang, 1972. Cawidu, Harifuddin. Konsep Kufr Dalam Al-Quran. Jakarta Bulan Bintang, 1991. Faudah, Mahmud Basuni. Tafsir-Tafsir Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsir Al-Kashshahib Al-Tafsi>r. Translated by Hali>m Al-Najjar. Da>r Iqraâ, 1982. H{asan, H{asan Ibrahi>m. Ta>ri>kh Al-Isla>m Al-Siya>si> Wa Al-Di>ni> Wa Ath-Thaqafi> Wa Al-Ijtima>âi>. Vol. IV. Mesir Maktabah al-Nahd}ah al-Mis}riyyah, 1967. Madani, A. Malik. âAl-Kasysyaf Tafsir Muâtazilah Dalam Literatur Kaum Sunni.â Pesantren VIII, no. I 1991. Muni, âAbd al-H{ali>m Mah}mu>d. Mana>hij Al-Mufassiri>n. Kairo Da>r al-Kita>b al-Mishri, 1978. Muzaffaruddin, Nadvi. Pemikiran Muslim Dan Sumbernya. Bandung Pustaka, 1984. Y., Advich Kamil. Meneropong Doktrin Islam. Translated by Shonhadji Sholeh. Bandung Al Maâarif, 1987. ... Tafir tematik ini menjadi sebuah proses perkembangan pendekatan, paradigma dan metodologi keilmuan tafsir dari zaman ke zaman akan adanya diferensiasi langkah interpretasi al-Qur'an. Perkembangan penafsiran ini berkembang pada masa abad 19 Nursidik & Maulana, 2021;Solahudin, 2016. Penulis melihat bahwa ada beberapa pendapat terkait perkembangan metode tematik dalam interpretasi al-Qur'an. ...Adi Pratama AwadinAsep Taopik HidayahMetode maudhuâi tematik dalam penafsiran Al-Qurâan saat ini dipandang sebagai metode tafsir terbaik untuk menjawab tantangan zaman dengan berbagai persoalan yang semakin kompleks. Diantara bukti nyatanya adalah merebaknya karya tulis berupa metode tafsir tematik saat ini, baik yang ditulis secara individual maupun secara berkelompok dalam sebuah tim. Melihat antusiasme yang sangat tinggi terhadap metode tafsir maudhuâi ini, peneliti memandang perlu untuk mengkaji lebih dalam akan hakikat dan urgensi metode tafsir maudhuâi tersebut. Riset ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan metode maudhuâi dari beberapa aspek penting mulai dari historis, dasar dan urgensi, prosedur hingga kelebihan dan kekurangannya. Penelitian ini bersifat kualitatif, menggunakan metode studi kepustakaan library research dan pendekatan deskriftif-analitik. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara historis pondasi metode maudhuâi ini telah muncul dari zaman Nabi saw, namun secara sitematis digagas pertama kali oleh para peneliti di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir di Fakultas Teologi pada abad ke 14 H/20 M. Adapun dasar dan ugensi metode maudhuâi ini adalah bermula pada era Nabi Muhammad Saw untuk menjawab persoalan yang terjadi ketika sahabat bertanya mengenai suatu perkara, Kemudian prosedur yang harus ditempuh pada tafsir tematik ini dimulai dari memilih judul, menentukan ayat, menyusun ayat, mempelajari penafsiran ayat, memahami makna ayat, menyampaikan ide bahasan, memperhatikan metodologi, dan mempunyai tujuan yang jelas. Terdapat banyak kelebihan dari metode maudhui ini diantaranya bersifat praktis, sistematis, dinamis, efektif, efisien, dan dapat menjawab tantangan zaman kontemporer. Adapun kekurangannya yakni membatasi pemahaman ayat dan mempartisi pembahasan ayat yang bersanding dengan tema lainnya.... Kedua, tafsir pada masa tabiin yang titik perkembangannya ditandai dengan berdirinya madrasah-madrasah tafsir Al-Qur'an di beberapa wilayah. Ketiga, tafsir pada masa pembukuan yang titik perkembangannya ditandai dengan masuknya cerita-cerita israiliyat yang merupakan pijakan lahirnya tafsir bermazhab dirayah Solahudin, 2016. ...Akhdiat AkhdiatAbdul KholiqPenafsiran Al-Qurâan telah dimulai sejak masa Nabi Muhammad SAW sampai dengan sekarang ini. Suatu produk penafsiran yang muncul dari masa Nabi SAW sampai sekarang tentulah berbeda, baik dari metode maupun kesimpulan yang dihasilkan. Hal itu terjadi karena kebutuhan suatu penafsiran setiap masa selalu berbeda-beda. Di samping itu munculnya anggapan bahwa produk tafsiran lama tidak lagi mampu menjawab tantangan zaman akan setiap permasalahan manusia. Maka karena itu, dari empat metode yang sudah disimpulkan oleh Al-Farmawi, yaitu ijmÄli, taáž„lÄ«li, muqÄran, dan metode mauážĆ«âi, penulis mencoba untuk membahas metode ijmÄli. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk membahas kemunculan tafsir ijmÄli, dasar dan urgensi tafsir ijmÄli, langkah-langkah tafsir ijmÄli dan kelebihan serta kekurangan tafsir ijmÄli. Adapun metode yang digunakan adalah metode kualitatif berbasis library research dengan pendekatan analisis-deskriptif. Berdasarkan metode tersebut, artikel ini menemukan hasil bahwa metode ijmÄli muncul pertama kali pada masa Nabi SAW. Tafsir ijmÄli adalah metode penafsiran Al-Qurâan dengan penjelasan singkat, global dan tidak panjang lebar. Dan metode ini sangat cocok untuk digunakan bagi pemula dan orang awam dalam memahami Al-Qurâan. Adapun langkah-langkahnya adalah menguraikan ayat secara sistematika Al-Qurâan, menjelaskan secara umum serta makna mufradatnya, berdasarkan kaidah-kaidah bahasa Arab, dan bahasa yang digunakan mengupayakan pemilihan diksi yang mirip dengan lafadz yang digunakan oleh Al-Qurâan. Di samping itu metode ijmÄli memiliki kelebihan jelas dan mudah dipahami, terbebas dari penafsiran israiliyat dan dekat dengan bahasa Al-Qurâan. Sedangkan kekurangannya adalah petunjuk Al-Qurâan yang tidak utuh/parsial dan penafsiran dangkal atau tidak ZulaihaBahasan kenabian dalam Islam adalah jantung bagi pemahaman ajaran agama Islam lainnya. Wacana tentang kenabian biasanya menjadi pembahasan pada kajian filsafat. Padahal wacana ini juga bisa didekati dengan dengan kajian ayat ayat Alquran dan hadis. Jika filsafat kenabian membahas masalah ini dengan sangat kritis dari sisi epistemologisnya, maka dalam Alquran pembahasan tentang kenabian lebih pada persoalan istilah yang digunakan juga misi kenabian yang dibawa oleh masing-masing nabi dan rasul tersebut. Kenabian dalam Alquran menggunakan istilah nabi dan Rasul. Istilah Nabi berkaitan dengan kata nabaâ yang maknanya berita, kabar, warta atau cerita. Sedangkan Rasul, secara harfiah berarti pesuruh atau diutus. Kata jamaknya adalah rusul. Alquran sering pula menyebut para rasul itu dengan istilah al-mursalin, yaitu mereka yang para ulama ada pada seputar pembahasan nabi dan rasul, jumlah mereka dan persamaan atau keunggulan para nabiAji FatahilahAhmad IzzanErni IsnaeniahPenelitian ini mengkaji penafsiran Ali al-Shabuni tentang ruâyatullah dan sifat-sifat Allah yang dianggap anthrofomorphisme. Tujuan penelitian ini yaitu, untuk mengetahui kecenderungan Ali al-Shabuni dalam menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan wacana teologi, terutama tentang ruâyatullah dan anthrofomorphisme serta perbuatan Tuhan afal Allah dan manusia. Metode yang digunakan ialah deskriptif-analitis. Sumber primernya yaitu kitab Shafwah al-TafĂąsĂźr karya Ali al-Shabuni. Penelitian ini menemukan bahwa ketika Ali al-Shabuni menafsirkan tentang ruâyatullah dalam surat al-Qiyamah [75] 22-23, ia sepaham dengan teologi ahlu al sunnah yang berpendapat bahwa Tuhan bisa dilihat di akhirat kelak. Dalam menafsirkan surat an-Nisa [4] 164 tentang Allah berbicara dengan Musa, ia pun cenderung dengan teologi Asyâari, bahwasannya Allah berbicara dengan Musa secara langsung. Demikian pula ketika menafsirkan masalah anthropomorfhisme dalam surat as-Sajdah [32] 4, Ali al-Shabuni sepaham dengan teologi Asyâari. Dalam menafsirkan kata ŰšÙÙÙŰŻÙÙÙÙ pada surat Shaad [38] 75, cenderung berwarna ahlu al-sunnah karena dalam memahami ayat seperti ini ahlu al-sunnah menggunakan dua metode, yaitu tafwidh dan takwil. Demikian pula ketika memahami perbuatan Tuhan dan manusia yaitu surat al-Saffat [37] 96, sepaham dengan teologi Asyâari yang mengatakan bahwa Allah yang menciptakan kalian dan perbuatan kalian. Secara umum, dalam menafsirkan ayat-ayat teologi cenderung mengikuti teologi ahlussunnah Asyâ Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 1 Januari 2016 116-126 126Abd al-H{ ali> m Mah} mu> d. Mana> hij Al- Mufassiri> n. Kairo Da> r al-Kita> b al-MishriMuniMuni, 'Abd al-H{ ali> m Mah} mu> d. Mana> hij Al- Mufassiri> n. Kairo Da> r al-Kita> b al-Mishri, r Wa Al-Mufassiru> nMuhammad Al-DzahabiHusainAl-Dzahabi, Muhammad Husain. Al-Tafsi> r Wa Al-Mufassiru> n. Al- Zamakhshari Fi> Tafsi> r Al-Qu'ra> n Wa Baya> n I'Jazih. Kairo Da> r al-FikrMustafa Al-JuwainiAl-Juwaini, Mustafa al-S{ a> wi>. Manhaj Al- Zamakhshari Fi> Tafsi> r Al-Qu'ra> n Wa Baya> n I'Jazih. Kairo Da> r al-Fikr, Tafsir Mu'tazilah Dalam Literatur Kaum SunniA MadaniMalikMadani, A. Malik. "Al-Kasysyaf Tafsir Mu'tazilah Dalam Literatur Kaum Sunni." Pesantren VIII, no. I 1991.WawasanWawasan Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 1 Januari 2016 116-126 DAFTAR PUSTAKA Aceh, Aboebakar. Sejarah Filsafat Islam. Solo Ramadhani, Dalam Penafsiran Al-Quran. Translated by Hamim Ilyas dan Machnun Husein. RajawaliMuhammad Al-DzahabiHuseinAl-Dzahabi, Muhammad Husein. Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Quran. Translated by Hamim Ilyas dan Machnun Husein. Rajawali, Fi> Tafsi> r Al-Maud} u> 'i>Abdul Al-FaramawiHayyiAl-Faramawi, Abdul Hayyi. Al-Bidayat Fi> Tafsi> r Al-Maud} u> 'i>. Beiru> t n Al-Aqa> wi> l Fi> Wuju> h Al-Ta'wi> l, Jilid II, 383. 32 Al-Zamakhshari> , Al-Kashsha> f 'an H{ aqa> 'iqWaWa 'Uyu> n Al-Aqa> wi> l Fi> Wuju> h Al-Ta'wi> l, Jilid II, 383. 32 Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha> f 'an H{ aqa> 'iqTafsir-Tafsir Muhammad Solahudin Metodologi dan Karakteristik Penafsiran dalam Tafsi r Al-Kashsha r Al-Kashsha< f
dilihatdari sisi metode dan bentuk tafsir nya. Ibnu Katsir berada dalam posisi "tengah-tengah", artinya dari sisi bentuk ia berada dalam posisi klasik karena menggunakan bentuk tafsir bil ma'tsƫr, sedangkan jika dilihat dari sisi metode Ibnu Katsir berada di posisi era pertengahan dengan menggunakan metode tahlili, dimana metode ini
Al-Farmawi, Abd al-Hayy. 1994. Metode Tafsir Maudhuâiy, Suatu Pengantar, Terj. Suryan A. Jamrah, judul asli, Al-Bidayah fi al-Tafsir al-MaudhuâiyDirasah Manhajiah Mawdhuâiyah, Jakarta Raja Grafindo Persada Al-Suyuthi, Jalaludin Abd al-Rahman. 1978. Al-Itqan fi Ulum al-Qurâan, Beirut Dar al-Maârifah Al-Qardhawi, Yusuf. 1999. Berinteraksi dengan al-Qurâan, Penerjemah Abdul Hayyi al-Khattani, Jakarta Gema Insani Press Baidan, Nashruddin. 2011. Metode Penafsiran Al-Qurâan, Yogyakarta Pustaka Pelajar _______. 2012. Metodologi Penafsiran Al-Qurâan, Yogyakarta Pustaka Pelajar Gusmian, Islah. 2003. Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi, Jakarta Selatan Khazanah Pustaka Keilmuan Musbikin, Imam. 2014. âMutiaraâ Al-Qurâan Khazanah Ilmu Tafsir, Jawa Timur Jaya Star Nine Rahmawati, Mohammad Gufron. 2013. Ulumul Qurâan Praktis dan Mudah, Yogyakarta Teras Rusydi. 1999. Ulumul Qurâan I, Padang IAIN-IB Press _______, Ulumul Qurâan II, Padang IAIN-IB Press Sakn, Ahmad Soleh, âModel Pendekatan Tafsir dalam Kajian Islamâ, Jurnal Ilmu Agama, 2 Salim, Abd Muin. 2005. Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta Teras Samsurohman. 2014. Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta Amzah Shihab, M. Quraish. 1997. Membumikan al-Qurâan, Fungsi Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung Mizan _______. 2013. Kaidah Tafsir, Tangrang Lentera Hati Sofyan, Muhammad. 2015. Tafsir wal Mufassirun, Medan Perdana Publishing Suma, Muhammad Amin. 2013. Ulumul Qurâan, Jakarta Rajawali Pers Syamsuddin, Sahiron. 2003. Hermeneutika AlQurâan Mazhab Yogya, Yogyakarta Islamika _______. 2017. Hermeneutika Pengembangan Ulumul Qurâan, Yogyakarta Nawesea Press Umiarso, Hassan Hanafi. 2013. Pendekatan Hermeneutik dalam Menghidupkan Tuhan, dalam Metodologi Studi Islam, Percikan Pemikiran Tokoh dalam Membumikan Agama, Yogyakarta Ar-Ruzz edia Ulya. 2017. Berbagai Pendekatan Dalam Studi Al-Qurâan; Penggunaan Ilmu-ilmu Sosial, Humaniora, dan Kebahasaan dalam Penafsiran al-Qurâan, Yogyakarta Idea Press Usman. 2009. Ilmu Tafsir, Yogyakarta Teras Yunus, Muhammad. 1989. Kamus Arab-Indonesia, Jakarta PT Hida karya Agung Yusuf, Kadar M. 2014. Studi al-Qurâan, Jakarta Amzah Zulheldi. 2017. 6 Langkah Metode Tafsir Muadhuâi, Jakarta PT Raja Grafindo Persada
Metodedan corak penafsiran merupakan hal penting dalam menggali makna al-Qur`an maupun dapat dipahami dan dipelajari. Makna-makna al-Qur`an merupakan suatu khazanah agung yang harus digali dengan cara yang sebaiknya. Konsep metode dan corak penafsiran yang jelas bertujuan membebaskan pesan-pesan moral al-Qur'an dari kekeliruan. Hawa nafsu tidak
Al-Qurâan tak akan habis-habisnya dibedah dan dibahas untuk ditemukan sebuah pemahaman sesuai dengan maksud darinya, yang kemudian akan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk manifestasi dari tujuan di ciptakannya makhluk di muka bumi ini. Hal ini merupakan bagian dari sebuah keberkahan yang terbesar yang dipancarkan oleh Al-Qurâan. upaya untuk menggali pemahaman tersebut tidak lepas dari jangka waktu yang sangat panjang dengan perolehan jejak sejarah yang terukir sejak masa paling awal hingga saat ini yang membuahkan hasil yang beraneka ragam disiplin ilmu dan pengetahuan yang baru, seperti yang di katakan oleh Prof. Dr. M. Quraisy Shihab, MA. Salah satu ulama tafsir indonesia yang kini berdomisili di negara kesatuan republik indonesia ini dalam bukunya kaidah tafsir mengatakan bahwa â Siapa saja yang mengamati dan mencermati keaneka ragaman bentuk disiplin ilmu keislaman tersebut, baik dari berbagai sudut pandang perspektif, analisis, istilah dan pemaparannya yang berbeda, namun semua itu menjadikan teks-teks Al-Qurâan sebagai inti pokok tinjauan atau titik fokus studinya. Sehingga akhirnya semua disiplin ilmu memiliki ketersinggungan, memperkaya dan menambah berbagai informasi yang saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Selain itu, pada kenyataannya menunjukkan bahwa semua kelompok umat islam, apapun alirannya, selalu merujuk kepada Al-Qurâan untuk memperoleh petunjuk maupun menguatkan pendapat dari aliran maupun kelompoknya, bahkan sebagian orang non muslim menunjuk bahwa ayat-ayat Al-Qurâan sebagai kitab suci umat islam menjadi salah satu inspirasi dalam meluapkan ide-ide berliannyaâ. Selain itu, pengandaian Al-Qurâan itu seperti berlian yang memiliki banyak sisi . jika di pandang pada satu sisi, maka akan menampakkan keindahan tersendiri. Dan apabila dilihat dari sisi yang lainnya akan tampak keindahan yang lain pula. Berlian itu sendiri selalu berkerlipan sepanjang zaman.
Berbagaimetode penafsiran Al-Qur'an berkembang, mulai tafsir yang penafsirannya didasarkan atas sumber ijtihad, pendapat para ulama, dan berbagai teori pengetahuan yang teori semacam ini dikenal dengan metode Bil Ra'yi dan Bil Ma'tsur.Di samping itu juga ada mufassir yang memadukan dua bentuk metode di atas, yaitu dengan cara mula-mula mencari sumber penafsiran Al-Qur'an, Al-Hadits
Abstract Muhammad Quraish Shihab dalam kajian tajsir al-Qur'an di Indonesia saat ini merupakan sosok yang fenomenal. Beliau merupakan salah seorang ulama terkemuka Indonesia yang mengkhususkan diri pada kajian ilmu-ilmu al-Qur'an dan tafsir. Danri tangannya telah lahir puluhan artikel, buku, yang semuanya bersentuhan dengan kajian al-Qur' satu gagasannya yang cukup brilian adalah pengembangan metode tafsir maudhu'i dalam kajian tafsir al-Qur'an, sebuah metode yang tergolong baru dimana sebelumnya ulama-ulama tafsir dalam kajian al-Qur'an lebih banyak menggunakan metode tahlili. Quraish dengan kepiawaiannya berusaha mengembangkan metode tersebut dan secara apik ia aplikasikan dalam bukunya "Wawasan al-Qur'an Metode maudhu'i atas pelbagai persoalan umat".Buku ini berisi bimbingan normatif teologis yang diperuntukan bagi pembaca untuk bisa berdialog dan berkonsultasi dengan al-Qur'an sesuai dengan problem dan kebutuhannya. Dengan bahasa kiasan Quraish Shihab dalam buku ini ingin menjamu tamu-tamunya dengan sederet kotak makanan yang masingÂmasing sudah ada jenis masakannya agar sang tamu lebih mudah dan lebih cepat untuk mencicipi dan menyantapnya. Inilah yang olehnya merupakan gambaran dari metode tafsir maudhu'i.
jj6r. e6jd0obnf8.pages.dev/137e6jd0obnf8.pages.dev/278e6jd0obnf8.pages.dev/425e6jd0obnf8.pages.dev/202e6jd0obnf8.pages.dev/205e6jd0obnf8.pages.dev/427e6jd0obnf8.pages.dev/92e6jd0obnf8.pages.dev/124
metode dan corak tafsir